Senin, 12 Desember 2016

Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas dan Ramah Lingkungan

Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas dan Ramah Lingkungan - Setelah PT Pertamina (Persero) memberitakan konsep dikeluarkannya product baru, bensin varian baru bernama Pertalite bersama dengan bersama dengan RON 90 terhadap akhir April atau awal Mei, muncul begitu banyak ragam reaksi.

Pertamina beralasan, kemunculan product ini adalah untuk memenuhi permohonan masyarakat dapat product yang lebih punyai mutu berasal berasal berasal dari Premium (RON 88) namun harganya lebih tidak mahal berasal berasal berasal dari Pertamax (RON 92). Bahkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan Pertalite dapat mengambil alih alih alih alih Premium sepenuhnya terhadap 2 dua mendatang

Namun Tim Rekomendasi Tata Kelola Migas (TRTKM) menilai, Pertalite tidak sesuai bersama dengan bersama dengan arahan yang dikeluarkannya.

“Saya rasa Pertalite tak sesuai bersama dengan bersama dengan arahan tim. Pengertian bertahap (dalam rekomendasi) adalah di di di di dalam konteks migrasi berasal berasal berasal dari RON 88 ke RON 92. Bukan tahapan RON-nya. Inti arahan kita (rohnya) adalah product BBM yang dapat tersedia benchmark-nya. Dengan Pertalite, benchmark yang apple to apple senantiasa tak ada,” kata Ketua TRTKM Faisal Basri.

Faisal berkesimpulan, Pertalite adalah wujud reaksi Pertamina gara-gara formula harga Premium tak diterapkan oleh pemerintah supaya BUMN migas itu dirugikan. “Tadinya subsidi dibayar pemerintah, pas ini dibebankan ke Pertamina. Pemerintah tak konsisten. Bilangnya diserahkan ke pasar namun sebetulnya tidak. Maka muncul distorsi tipe baru,” kritik Faisal.

Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas dan Ramah Lingkungan


Sebaliknya, Vice President for Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengklaim bahwa sedia kan secara bertahap bensin varian baru itu sesuai arahan TRTKM.

Pernyataan itu diamini Vice President for Retail dan Marketing Pertamina Iskandar yang perlihatkan bahwa product baru ini sebagai jawaban atas arahan TRTKM di mana bersama dengan bersama dengan beralihnya masyarakat ke product RON 90 dan 92, secara perlahan impor RON 88 dapat berhenti.

Ditambahkannya, selayaknya Pertalite ini dapat diluncurkan terhadap 2007 lalu, namun senantiasa tertunda gara-gara iklim pasar yang tidak sesuai.

“Tahun 2015 adalah peristiwa yang tepat bagi Pertamina untuk meluncurkan Pertalite gara-gara gap harga terhadap Premium bersama dengan bersama dengan Pertamax jadi lama tipis," ujar Iskandar.

Sisakan Banyak Pertanyaan

Faisal menambahkan, banyak sekali pertanyaan tentang Pertalite.

“Apakah Pertalite sepenuhnya diproduksi di di di di di dalam negeri? Kalau tersedia impor, bagaimana benchmark harganya? Di-blending-nya di Singapura juga? Apakah product ini muncul untuk menutup kerugian jual Premium? Kenapa senantiasa rugi? Dengan tersedia Pertalite, apakah volume Premium dikurangi? Bagaimana jikalau tersedia kelangkaan Premium? Selama ini dinyatakan umumnya kilang Pertamina cuma dapat mengolah RON 88, apakah telah berjalan pembaruan kilang? Kalau ya, mengapa tak langsung ke RON 92 yang cuma meningkatkan 1 Octane Number?” bertanya Faisal.

Faisal menilai, negara kudu kebijakan pemerintah yang kredibel dan merampungkan tuntas masalah. “Kalau tak rela beri subsidi, ya serahkan sepenuhnya terhadap pasar. Kalau rela intervensi harga, ya siapkan konsekuensinya. Alokasikan dana subsidi,” kata dia.

Faisal terhitung mempertanyakan dapat saja cost blending jikalau US$0,5 per barel telah lumayan untuk membeli Pertamax. “Rasanya di dunia tak tersedia tipe blending layaknya ini,” kata dia.

Untuk itu, dia mendesak pemerintah untuk bertindak tegas supaya Pertamina tidak jikalau kudu ‘berakrobat’ terus. “Masalah mendasarnya, Pertamina dapat hapus Premium di SPBU yang tersedia Pertalite. Kan tidak fair. Bukannya jadi baik jadi jadi runyam,” kata dia.

Faisal memperkirakan ekses yang dapat muncul adalah penumpukan di SPBU yang menjajakan premium. “Lalu jikalau ke luar kota yang belum tersedia Pertalite, terpaksa mengisi Pertamax atau turun kelas mengisi Premium. Kalau ribut di masyarakat, pemerintah batalkan Pertalite. Kasihan Pertamina. Menarik sekali arti Bang Daniel (Vice President ISC Daniel Purba), non subsidized but still regulated (price). Kontradiktif sekali. Pemerintah tak dapat begitu. Ini wujud kebijakan publik yang buruk,” kata Faisal.

Dia menambahkan, studi berasal berasal berasal dari persoalan Elpiji 3 kg yang harganya belum pernah dinaikkan begitupun fee untuk SPBE, agen, dan pangkalan yang terhitung tak kunjung naik, maka kian marak kolusi yang berjalan untuk survival of the fittest.

Akal-akalan

Sementara itu, Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria terhitung mengkritik kebijakan Pertamina mengeluarkan product Pertalite berikut meski bersama dengan bersama dengan sudut pandang yang berbeda. Menurut Sofyano, jikalau peluncuran Pertalite membawa tujuan untuk mengambil alih alih alih alih BBM tipe Premium , maka itu dapat dinilai publik sebagai ‘akal-akalan’ pemerintah untuk meningkatkan harga jual BBM sejenis Premium.

“(Ini seperti) memicu kebijakan menghapus Premium dan ‘memaksa’ masyarakat berubah ke Pertalite. Dengan harga membeli lebih mahal di atas harga Premium, dapat dapat dimaknai sebagai kebijakan yang kembali memberatkan beban keuangan rakyat. Mengganti Premium bersama dengan bersama dengan Pertalite adalah kebijakan yang benar-benar tidak ‘fair’ dan tidak pro rakyat , gara-gara terhadap dasarnya rakyat telah membeli Premium bersama dengan bersama dengan harga yang telah tidak tersedia muatan subsidi berasal berasal berasal dari pemerintah,” kata Sofyano.

Dia menambahkan, jikalau pemerintah memicu alasan bahwa Premium tidak ramah lingkungan maka pemerintah selayaknya dapat menjelaskan, apa efek negatif berasal berasal berasal dari digunakannya Premium.

“Buktikan bahwa Premium telah memicu kerusakan lingkungan di negeri ini padahal Premium telah digunakan sejak puluhan th. lamanya oleh rakyat. Bahkan, sejak zaman Orde Baru, negeri ini terhitung telah manfaatkan Premium jadi di bawah RON 88. Namun sampai pas ini belum terdengar tersedia survei atau penelitian tentang efek penggunaan Premium itu. Pemerintah pun belum pernah perlihatkan dan tidak dapat perlihatkan ke publik tersedia ‘masalah’ lingkungan gara-gara digunakannya Premium yang membawa RON 88, terutama di bawah 88,” kata dia.

Negara Lain Masih Pakai

Sementara itu, jadi Sofyano, negara-negara lain saja layaknya Amerika Serikat, Rusia, Mesir, dan lainnya sampai pas ini terhitung senantiasa manfaatkan BBM bersama dengan bersama dengan RON di bawah 88. “Jadi, jikalau Premium dinyatakan sebagai BBM yang tidak ramah lingkungan, negara besar layaknya AS pasti saja pasti telah sejak lama melarang penggunaannya, terutama yang di bawah RON 88,” kata dia.

Bahkan, katanya, senantiasa tersedia negara yang manfaatkan aditif methyl tertiary butyl ether (MTBE) yang harganya jauh lebih tidak mahal dibanding high-octane motor-gasoline component (HOMC). MTBE adalah sejenis oksigenat yang sama bersama dengan bersama dengan methanol-ethanol atau ethyl tertiary butyl ether (ETBE). MTBE telah dikenal dan dipakai secara luas di dunia gara-gara harganya yang relatif tidak mahal dibandingkan bersama dengan bersama dengan oksigenat lain.

“Perkembangan terakhir, di California - namun cuma di California saja - penggunaan MTBE dilarang gara-gara telah terbukti mencemari air tanah dan pas ini Environment Protection Agency (EPA) jadi menambahkan arahan penggunaan oksigenat lain di luar MTBE layaknya HOMC yang telah lama digunakan Pertamina untuk product BBM-nya,” kata dia.

Namun, lanjut Sofyano, jikalau pertimbangan pemerintah mengganti Premium bersama dengan bersama dengan Pertalite gara-gara alasan importasi dan sangsi bahwa cuma pihak spesifik saja yang dapat memasok RON 88, maka tentang itu selayaknya dikesampingkan gara-gara pemerintah tidak kembali menjamin beban pembelian Premium mengingat BBM berikut telah tidak kembali disubsidi.

"Toh yang membayar pembelian Premium terhadap dasarnya adalah masyarakat pemakai Premium itu sendiri. Dan terhadap dasarnya harga Premium RON 88 dapat senantiasa saja lebih tidak mahal berasal berasal berasal dari Pertalite RON 90 biarpun dipasok oleh barang siapa juga. Artinya, senantiasa saja tersedia peluang bahwa harga membeli Pertalite dan atau Pertamax berkenaan terhadap pemasoknya di luar negeri ini. Lalu, apa ini bedanya bersama dengan bersama dengan pengadaan Premium yang terhitung bersumber berasal berasal berasal dari pemasok luar negeri?” bertanya Sofyano.

Jika pemerintah dambakan menghapus kesangsian itu, kata dia, selayaknya pemerintah yang menangani secara langsung pembelian BBM berikut dan tidak menyerahkannya ke Pertamina.

“Dengan demikian, jikalau itu alasan untuk menghapus Premium, sadar kudu kita tolak. Jika Premium dihapus dan diganti bersama dengan bersama dengan Pertalite yang harganya lebih mahal berasal berasal berasal dari Premium, itu maknanya memaksa dan membebani rakyat untuk membeli BBM bersama dengan bersama dengan harga yang lebih mahal namun ‘berlindung’ di balik RON-nya itu,” tegas Sofyano.

Sementara anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi setuju bersama dengan bersama dengan langkah Pertamina mengeluarkan BBM varian baru supaya dapat memberi tambahan pilihan kepada masyarakat.

“Namun, di dambakan Pertamina tidak menghapus keberadaan BBM tipe Premium dan harga BBM baru itu lebih mendekati harga Premium,” kata dia.

Meski demikian, Menteri ESDM Sudirman Said meyakinkan bahwa Pertalite ditargetkan dapat mengambil alih alih alih alih Premium (RON 88) di di di di dalam dua tahun. “Premium secara bertahap digantikan Pertalite di di di di dalam jangka pas dua tahun. Syukur-syukur sebelum akan dua th. dapat selesai," ujar Sudirman.

Ditambahkannya, tujuan dikeluarkannya Pertalite adalah untuk membangun good governance mengingat bensin RON 88 telah tidak tersedia kembali di pasar internasional. Karena ketiadaan pasokan, kata dia, cuma pembeli spesifik yang memesannya, terhitung Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar